Madura Termarginalkan Jawa Timur? Debat Pilkada Jawa Timur
Oktober 30, 2024
Dalam debat Pilkada Jawa Timur yang berlangsung pada 18 Oktober 2024, pernyataan calon gubernur Luluk Nur Hamidah mengenai masyarakat Madura yang merasa terpinggirkan mengundang reaksi dari lawan debatnya, Khofifah Indar Parawansa.
Luluk menyuarakan kekhawatiran bahwa masyarakat Madura merasa bukan bagian dari Jawa Timur, khususnya terkait dengan kesenjangan ekonomi yang dirasakan oleh mereka. Ini adalah isu yang sensitif, mengingat Madura sering kali dianggap sebagai wilayah yang terisolasi dan kurang mendapat perhatian.
Dalam debat tersebut, Luluk mempertanyakan tanggapan Khofifah tentang masalah ini. Ia mengutip pernyataan masyarakat Madura yang bertanya, "Bu, Madura ini masih bagian dari Jawa Timur atau tidak?" Hal ini menunjukkan keresahan yang mendalam di kalangan warga Madura mengenai status mereka dalam konteks pemerintahan dan pembangunan daerah.
Menanggapi pernyataan tersebut, Khofifah dengan tegas membantah tuduhan bahwa masyarakat Madura termarginalkan. Ia menyampaikan bahwa selama masa jabatannya, banyak infrastruktur yang telah dibangun untuk mendukung masyarakat Madura.
Salah satunya adalah pelabuhan jangkar di Situbondo yang diharapkan dapat menghubungkan beberapa daerah di Madura dan sekitarnya.
Khofifah juga menyoroti pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di 22 pulau di Sumenep, yang dirancang untuk memberikan akses energi yang lebih baik bagi masyarakat di pulau-pulau terpencil.
Khofifah menekankan pentingnya akses kesehatan dengan menyebutkan bahwa pihaknya telah mengirim dokter spesialis secara rutin ke pulau-pulau Madura.
Ia menyatakan, “Setahun ini bahkan empat kali mengirim dokter spesialis,” yang menunjukkan komitmennya terhadap layanan kesehatan di daerah tersebut.
Selain itu, bantuan air bersih juga rutin dikirim, terutama saat musim kemarau, yang merupakan langkah konkret untuk mengatasi masalah krisis air di Madura.
Meski Khofifah mengklaim telah melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Madura, pertanyaan yang diajukan Luluk tetap relevan.
Ini menggambarkan realitas yang dihadapi oleh banyak warga Madura, yang mungkin merasakan bahwa meskipun ada pembangunan, kesenjangan ekonomi dan akses terhadap sumber daya tetap menjadi tantangan yang besar.
Debat ini membuka ruang bagi diskusi yang lebih dalam mengenai kesetaraan pembangunan di Jawa Timur, khususnya dalam konteks masyarakat Madura.
Apakah langkah-langkah yang diambil sudah cukup untuk mengubah persepsi dan realitas yang ada, atau masih banyak yang perlu dilakukan untuk memastikan bahwa masyarakat Madura benar-benar merasakan dampak positif dari pembangunan yang ada?
Ini adalah pertanyaan penting yang harus dijawab oleh para calon pemimpin untuk memastikan tidak ada satu pun daerah yang merasa terpinggirkan dalam pembangunan provinsi.